Jumat, 16 Maret 2012

ALHAMDULILLAH....AKU PUNYA AYAH........


Ada 3 orang profesional peserta sebuah seminar yang bernama Eko, Bejo, dan Joko menginap di sebuah hotel berbintang lima. Mereka bergabung di kamar suit mewah di lantai 75 pada hotel bintang lima yang memilik 100 lantai itu.
Setelah mengikuti seminar yang melelahkan sampai malam, mereka pulang kembali ke hotel mereka. Ternyata yang namanya apes, semua lift di hotel itu macet total. Mereka sudah cukup lelah menunggu sehingga mereka sepakat naik melalui tangga darurat menuju kamar mereka yang terletak di lantai 75.

Sambil berjalan menuju pintu tangga darurat, Eko mengajukan usul, “Supaya kita nggak bosan naik tangga sebegitu banyak, bagaimana kalau mulai lantai 1 sampai 25 saya akan menyanyikan lagu, dan dari lantai 26 sampai 50 giliran Bejo. Selanjutnya dari lantai 51 sampai 75 giliran Joko, okey…???”
Kata Bejo, “Baiklah, nanti giliran saya, saya akan bercerita yang
“lucu-lucu.” Kata Joko, “Kalau begitu, nanti giliran saya, saya akan menceritakan kisah yang sedih.”

Begitu nampak tangga darurat, Eko mulai menyanyi dengan baik…dan tak terasa lantai 25 sudah terlampaui.
Setelah itu giliran Bejo melucu…hingga tidak terasa lantai 50 hampir selesai. Akhirnya sampai ke lantai 51, mulailah Joko menceritakan kisah sedih.

Joko: “Saya memulai kisah sedih yang pertama, tapi kalian jangan menangis ya… Begini, saya lupa membawa kunci kamar kita yang tertinggal di mobil!” mampus dech !!!!!!!

Eiiit, jangan ketawa…. Belum selesai nih kisahnya…….


HORE....AKU PUNYA AYAH........

Setiap tahun, ayah saya punya kebiasan berkeliling ke berbagai panti asuhan atau rumah anak yatim. Kunjungan biasanya dilakukan dua kali. Awal bulan Ramadhan dan akhir bulan Ramadhan.
Kunjungan pertama adalah survey untuk mengetahui kebutuhan panti asuhan atau rumah yatim. Kunjungan kedua membawa bantuan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.

Ketika berkunjung ke salah satu rumah yatim, ayah saya bertemu dengan seorang bocah kecil yang manis
” Hai...manis, siapa namanya ? ”, tanya ayah saya sambil mendekat dan merunduk
” Nina, om ”, jawab si bocah manis
"Nina, mau gak om kasih sesuatu ?" begitu ayah saya membuka percakapan.
"Nina mau baju baru?, sepatu baru?, tas baru? Atau apa nak? tambah ayah saya.
"Nggak ah… ntar om marah" jawab Nina.
"nggak sayang, om tidak akan marah" ayah saya menimpali.
"Nggak ah... ntar om marah" Nina mengulang jawabannya.

Ayah saya berpikir, pasti yang diminta Nina adalah sesuatu yang mahal. Rasa keingintahuan orang tua saya semakin menjadi.

Maka dia dekati lagi Nina sambil berkata, "ayo nak katakan apa yang kamu minta sayang"
"Tapi janji ya om tidak marah" jawab Nina manja.
"Om janji tidak akan marah sayang" tegas ayah saya.
"Bener om tidak akan marah" sahut Nina agak ragu.
Ayah saya menganggukkan kepala pertanda bahwa ia setuju untuk tidak marah.

Nina menatap tajam wajah ayah saya. Sementara ayah saya berpikir, apa gerangan yang diminta oleh Nina. "Seberapa mahal sich yang bocah kecil ini minta sampai dia harus meyakinkan bahwa saya tidak akan marah' pikir ayah saya. Sambil tersenyum orang tua saya mengatakan "ayo nak, katakan, jangan takut, om tidak akan marah nak."

Dengan terus menatap wajah ayah saya, Nina berkata; "bener ya om tidak marah." Sekali lagi ayah saya mengganggukan kepala. Dengan wajah berharap-harap cemas, Nina mengajukan permintaanya "om, boleh nggak saya memanggil om ’ayah’ ?"

Mendengar jawaban itu, tak kuasa ayah saya membendung air matanya. Segera dia peluk Nina dan mengatakan " tentu anakku.. tentu anakku...mulai hari ini Nina boleh memanggil ayah, bukan om"

Sambil memeluk erat ayah saya, dengan terisak Nina berkata "terima kasih ayah... terima kasih ayah...". sesaat kemudia Nina melepaskan pelukan ayah saya, dia langsung lari masuk ke dalam asrama sambil berteriak kegiranga, ” Hore...aku punya ayah, Hore...aku punya ayah, ayo teman-teman lihat, lihat ayah saya datang di luar sana ”. Ayahku semakin tak mampu lagi membendung deras air matanya.

Hari itu, adalah hari yang tak akan terlupakan buat ayah saya. Dia habiskan waktu beberapa saat untuk bermain dan bercengkrama dengan Nina.

Karena merasa belum memberikan sesuatu yang berbentuk material kepada Nina maka sebelum pulang, ayah saya berkata kepada Nina :

"anakku, sebelum lebaran nanti ayah akan datang lagi kemari bersama ibu, apa yang kamu minta nak?"

"Khan udah tadi, Nina sudah boleh memanggil ayah" sergah Nina.

"Nina masih boleh minta lagi sama ayah. Nina boleh minta sepeda, otoped atau yang lain, pasti akan ayah kasih."

Sambil memegang tangan ayah saya, Nina memohon "nanti kalau ayah datang sama ibu ke sini, saya minta kita foto bareng ayah, ibu dan kakak-kakak, boleh khan ayah?"

Tiba-tiba kaki orang tua saya lunglai, dia terduduk, bersimpuh di depan Nina.

Dia peluk lagi Nina sambil bertanya; "buat apa foto itu nak?"

Tanpa ragu Nina menjawab "Nina ingin tunjukkan sama temen-temen Nina di sekolah, ini foto ayah Nina, ini ibu Nina, ini kakak-kakak Nina......"

Ayah saya memeluk Nina semakin erat, seolah ia tak mau berpisah dengan seorang bocah yang menjadi guru kehidupannya di hari itu.

Terima kasih Nina, walau usiamu masih belia kau telah mengajarkan kepada kami tentang makna berbagi cinta.
-------------
Sahabat, sejauhmanakah kita berbagi cinta dengan anak-anak kita ? istri atau suami kita ? atau orang-orang yang terdekat dengan kita dan orang-orang disekitar kita ?
Jangan sampai anak kita merasa tidak punya ayah karena sedikitnya waktu dan cinta yang tidak maksimal kita berikan padahal kita masih hidup satu atap bersama mereka
Jangan sampai anak kita merasa tidak punya ibu karena saking sibuknya acara dan pekerjaan di luar rumah sehingga cinta kita tidak terasakan oleh anak-anak kita
Jangan sampai adik kita merasa tidak punya kakak karena padatnya jadwal kuliah dan kerja sehingga kita lupa bahwa adik kita masih membutuhkan cinta

Relakah kita kalau anak-anak kita mencari cinta di jalanan, di cafe-cafe, di discotik, di mal-mal, karena di rumah tidak menemukan cinta, jika ini terjadi mereka akan menemukan Cinta Gombal yang akan menjerumuskan anak-anak kita di lembah hitam dan merenggut kehormatan dan kesucian anak kita yang tak ternilai harganya ?!, na’udzubillahi min dzaalik.

Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Rasulullah SAW bersabda:“Takutlah kamu terhadap api neraka meskipun hanya bisa bersedekah dengan sebutir kurma”.

ABADIKAN YANG TERSISA DENGAN SEDEKAH, Rumah Ramah Sahabat yatim 

Tidak ada komentar: