Dimanakah letak kedahsyatan hamba-hamba Allah yang bersedekah?
Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan
Ahmad, sebagai berikut :
Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka
bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptkana gunung dengan kekuatan
yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat
terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka
bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"
Allah menjawab, "Ada, yaitu besi"
(Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan
diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?" Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"
Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para malaikta.
Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin"
(Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan
menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan
menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang
tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin
ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat). Akhirnya para malaikat
pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"
Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."
Artinya,
orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang
yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah
yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer
ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.
Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang
hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang
bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita
sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan
terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk
memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang
bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang
tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.
Karenanya, tidak usah heran, seorang hamba yang bersedekah dengan
ikhlas adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan dahsyat. Sungguh ia
tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan
penghargaan.
Apalagi kedahsyatan seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas? Pada
suatu hari datang kepada seorang ulama dua orang akhwat yang mengaku
baru kembali dari kampung halamannya di kawasan Jawa Tengah. Keduanya
kemudian bercerita mengenai sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya
ketika pulang kampung dengan naik bis antar kota beberapa hari
sebelumnya. Di tengah perjalanan bis yang ditumpanginya terkena musibah,
bertabrakan dengan dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat.
Bahkan para penumpang yang duduk di kurs-kursi di dekatnya meninggal
seketika dengan bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya
dua orang yang selamat, bahkan tidak terluka sedikit pun. Mereka itu, ya
kedua akhwat itulah. Keduanya mengisahkan kejadian tersebut dengan
menangis tersedu-sedu penuh syukur.
Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat tidak kurang suatu apa? Menurut pengakuan keduanya, ada
dua amalan yang dikerjakan keduanya ketika itu, yakni ketika hendak
berangkat mereka sempat bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam
perjalanan selalu melafazkan zikir. Sahabat, tidaklah kita
ragukan lagi, bahwa inilah sebagian dari fadhilah (keutamaan)
bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya disaat-saat sangat
dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka.
Allah Azza wa Jalla adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
kepada semua hamba-Nya. Bahkan kepada kita yang pada hampir setiap desah
nafas selalu membangkang terhadap perintah-Nya pada hampir setiap
gerak-gerik kita tercermin amalan yang dilarang-Nya, toh Dia tetap saja
mengucurkan rahmat-Nya yang tiada terkira.
Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk,
semuanya akan terpulang kepada kita. Demikian juga jika kita berbicara
soal harta yang kini ada dalam genggaman kita dan kerapkali membuat kita
lalai dan alpa. Demi Allah, semua ini datangnya dari Allah yang Maha
Pemberi Rizki dan Mahakaya. Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya
kita bisa beramal dan bersedekah dengan sepenuh ke-ikhlas-an
semata-mata karena Allah. Kemudian pastilah kita akan mendapatkan
balasan pahala dari pada-Nya, baik ketika di dunia ini maupun saat
menghadap-Nya kelak.
Dari pengalaman kongkrit kedua akhwat ataupun kutipan hadits seperti
diuraikan di atas, dengan penuh kayakinan kita dapat menangkap bukti
yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahwa sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan ikhlas, niscaya akan tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya.
Inilah barangkali kenapa Rasulullah menyerukan kepada para sahabatnya
yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk, agar mengeluarkan
infaq dan sedekah. Apalagi pada saat itu Allah menurunkan ayat tentang
sedekah kepada Rasulullah SAW, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan
oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir;
seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui,"
demikian firman-Nya (QS. Al-Baqarah [2] : 261).
Seruan Rasulullah itu disambut seketika oleh Abdurrahman bin Auf
dengan menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya, Rasulullah.
Harta milikku hanya delapan ribu dirham. Empat ribu dirham aku tahan
untuk diri dan keluargaku, sedangkan empat ribu dirham lagi aku serahkan
di jalan Allah."
"Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," jawab Rasulullah.
Kemudian
datang sahabat lainnya, Usman bin Affan. "Ya, Rasulullah. Saya akan
melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyainya,"
ujarnya.
Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat
dirham. Ia pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham
saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham
lagi secara diam-diam.
Mengapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan
Rasulullah tersebut? Ini tiada lain karena yakin akan balasan yang
berlipat ganda sebagaimana telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Medan
perang adalah medan pertaruhan antara hidup dan mati. Kendati begitu
para sahabat tidak ada yang mendambakan mati syahid di medan perang,
karena mereka yakin apapun yang terjadi pasti akan sangat menguntungkan
mereka. Sekiranya gugur di tangan musuh, surga Jannatu na'im telah siap
menanti para hamba Allah yang selalu siap berjihad fii sabilillaah.
Sedangkan andaikata selamat dapat kembali kepada keluarga pun, pastilah
dengan membawa kemenangan bagi Islam, agama yang haq!
Lalu, apa kaitannya dengan memenuhi seruan untuk bersedekah? Sedekah
adalah penolak bala, penyubur pahala dan pelipat ganda rizki; sebutir
benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai
seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh
ratus kali lipat. Masya Allah!
Sahabat, betapa dahsyatnya sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah yang disertai dengan hati ikhlas,
sampai-sampai Allah sendiri membuat perbandingan, sebagaimana tersurat
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, seperti yang
dikemukakan di awal tulisan ini.
Jumat, 28 September 2012
Kamis, 27 September 2012
Bersangka Baik Sesama Da’ie
![]() |
Sebuah cerita pengajaran indah dari buku At-Thoriq ilal Qulub (Bagaimana Menyentuh Hati) nukilan Syeikh dakwah Abbas as-Sisy:
Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi ikhwan yang masih belum memenuhi kewajipan kepada ikhwannya yang lain dalam hal memantau keadaannya. Hal ini merupakan kewajipan paling minimum kerana Rasulullah telah bersabda, “Apabila dia tiada, maka carilah!”
Ini sekadar contoh. Seseorang yang lama tidak muncul dan tidak diketahui sebabnya, tidak akan jelas alasannya kecuali setelah menanyakannya.
Satu contoh lagi, suatu kelompok ikhwan hidup bersama-sama dalam keadaan yang serba kekurangan. Tiba-tiba, (telah menjadi sunnatullah bahawa manusia pasti akan saling berpisah) kerana tuntutan hidup, studi atau pekerjaan, kebersamaan itu akhirnya terhenti juga. Ternyata ada yang menganggap temannya ini sudah mulai mengambil jarak (menjauhkan diri), atau pergi kerana takut, atau kerana ukhuwwah telah mulai lemah, dan sebagainya. Sehingga timbullah bermacam-macam dugaan. Padahal kita dilarang melakukan hal tersebut. ALLAH berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa; dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang; dan janganlah sebahagian kalian mengumpat sebahagian yang lain. (surah al-Hujurat; 49:12)
Kemudian dia menghilang dari ingatan teman-temannya kerana mereka tidak memerhatikan haknya.
Setelah lama berselang masa, dan banyak peristiwa penting telah terjadi, sebagaimana biasanya dalam perjalanan dakwah, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan munculnya teman lama mereka yang sudah sekian waktu menghilang. Kini dia berada di tengah-tengah mereka.
Dia mengorbankan jiwa dan hartanya dengan penuh ketulusan dan keberanian yang mengagumkan, bahkan membuat malu sebahagian yang belum memahami hakikat dakwah. Seseorang yang sudah merasakan nikmatnya dakwah, dakwah sudah menyatu dalam hati, perasaan dan fikirannya, maka dia akan menganggap murah semua yang ada padanya. Dakwah lebih mahal berbanding semua yang dimiliki.
Seorang da’ie harus sentiasa husnu zhon, tidak merendahkan yang lain, atau merasakan dirinya lebih baik daripada yang lain dalam barisan dakwah. Bahkan seorang da’ie pada saat tertentu ada di hadapan, dan pada saat yang lain ada di barisan belakang.
Setiap orang yang pernah tersentuh roh dakwah nescaya akan tetap hidup bersama-sama dakwah sehingga menemui ALLAH. Kerana itu seorang da’ie harus sentiasa husnu zhon kepada sesama saudaranya dan menutup aibnya, sampai dia sedar dan kembali ke jalan yang benar. Sehingga ketika seorang da’ie kembali kepada teman-temannya, dia tetap menemui suasana saling menyintai.
Taaruf Alam Kubur
Taaruf Alam Kubur
![]() |
Add caption |
”Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (Al Mu’minuun: 100)
Allah SWT banyak menyebutkan tentang kubur di dalam al-Qur’an baik secara eksplisit maupun implisit, begitu juga Rasulullah SAW di dalam hadithnya yang mulia. Firman Allah SWT tentang alam kubur:
”dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (Al Hajj:7).
”dan tidak sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (Faathir:22)
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa.” (Al Mumtahanah:13)
”pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala.” (Al Ma’aarij:43)
”kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur.” (80:21)
Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur.” (Al ‘Aadiyaat:9)
”sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (At Takaatsur:2)
”yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja.” (Al Israa’:52)
”Dan janganlah sekali-kali kamu mensolati (jenazah) seseorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo’akan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (At Taubah:84)
”Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” (Al Mu’minuun:16)
”Berkatalah orang-orang yang kafir:”Apakah setelah kita menjadi tanah dan (begitu pula) bapak-bapak kita; apakah sesungguhnya kita akan dikeluarkan (dari kubur)?” (An Naml:67)
”Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (Az Zukhruf:11)
Rasulullah SAW bersabda: ”Apabila seseorang dari kamu berada dalam keadaan tasyahhud, maka hendaklah dia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara dengan berdoa: yang bermaksud: Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon perlindungan kepadaMu dari siksaan Neraka Jahannam, dari siksa Kubur, dari fitnah semasa hidup dan selepas mati serta dari kejahatan fitnah Dajjal.”
Dalam Lu’lu’ wal Marjan hadith no. 1822 – 1826 [4] disebutkan sabda Nabi SAW:
”Sesungguhnya seorang jika mati, diperlihatkan kepadanya tempatnya tiap pagi dan sore. Jika ahli sorga, maka diperlihatkan sorga, dan bila ia ahli nereka (maka diperlihatkan neraka). Maka diberitahu: Itulah tempatmu kelak jika Allah membangkitkanmu di hari kiamat.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Nabi SAW keluar ketika matahari hampir terbenam, lalu beliau mendengar suara, maka bersabda: Orang Yahudi sedang disiksa dalam kuburnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Sesungguhnya seorang hamba jika diletakkan dalam kuburnya dan ditinggal oleh kawan-kawannya, maka didatangi dua malaikat, lalu mendudukannya keduanya dan menanyakan: Apakah pendapatmu terhadap orang itu (Muhammad SAW)? Adapun orang beriman maka menjawab, ’Aku bersaksi bahwa dia hamba Allah dan utusanNya.’ Lalu diberitahu: Lihatlah tempatmu di api neraka, Allah telah mengganti untukmu tempat di sorga, lalu dapat melihat keduanya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Seorang mu’min jika didudukkan dalam kuburnya, didatangi dua malaikat, kemudian dia mengucapkan, ’Asyhadu an laa ilaaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah’ maka itulah arti firman Allah, ’Allah akan menetapkan orang yang beriman dengan kalimat yang kokoh (14:27)’.” (HR. Bukhori dan Muslim)
”Ketika selesai Perang Badr, Nabi SAW menyuruh supaya melemparkan dua puluh empat tokoh Quraisy dalam satu sumur di Badr yang sudah rusak. Dan biasanya Nabi SAW jika menang pada suatu kaum maka tinggal di lapangan selama tiga hari, dan pada hari ketiga seusai Perang Badr itu, Nabi SAW menyuruh mempersiapkan kenderaannya, dan ketika sudah selesai beliau berjalan dan diikuti oleh sahabatnya, yang mengira Nabi akan berhajat. Tiba-tiba beliau berdiri di tepi sumur lalu memanggil nama-nama tokoh-tokoh Quraisy itu: Ya Fulan bin Fulan, ya Fulan bin Fulan, apakah kalian suka sekiranya kalian taat kepada Allah dan Rasulullah, sebab kami telah merasakan apa yang dijanjikan Tuhan kami itu benar, apakah kalian juga merasakan apa yang dijanjikan Tuhanmu itu benar? Maka Nabi ditegur oleh Umar: Ya Rasulallah, mengapakah engkau bicara dengan jasad yang tidak bernyawa? Jawab Nabi: Demi Allah yang jiwaku di TanganNya, kalian tidak lebih mendengar terhadap suaraku ini dari mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rabu, 26 September 2012
Pengenalan Zakat
![]() |
Add caption |
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan oleh agama, dan disalurkan kepada orang–orang yang telah ditentukan pula, yaitu delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”
Zakat dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna :
Pertama, zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya. Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 103:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Kedua, zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan dan mensucikan harta.
Ketiga, zakat bermakna An-Numuw, yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya. Tentu kita tidak pernah mendengar orang yang selalu menunaikan zakat dengan ikhlas karena Allah, kemudian banyak mengalami masalah dalam harta dan usahanya, baik itu kebangkrutan, kehancuran, kerugian usaha, dan lain sebagainya. Tentu kita tidak pernah mendengar hal seperti itu, yang ada bahkan sebaliknya.
Selama beraktivitas di Lembaga Amil Zakat, sampai saat ini penulis belum menemukan orang –orang yang rutin menunaikan zakat kemudian berhenti dari menunaikan zakat disebabkan usahanya bangkrut atau ekonominya bermasalah, bahkan yang ada adalah orang–orang yang selalu menunaikan zakat, jumlah nominal zakat yang dikeluarkannya dari waktu ke waktu semakin bertambah besar, itulah bukti bahwa zakat sebenarnya tidak mengurangi harta kita, bahkan sebaliknya. Memang secara logika manusia, dengan membayar zakat maka harta kita akan berkurang, misalnya jika kita mempunyai penghasilan Rp. 2.000.000,- maka zakat yang kita keluarkan adalah 2,5 % dari Rp. 2.000.000,- yaitu Rp 50.000,-. Jika kita melihat menurut logika manusia, harta yang pada mulanya berjumlah Rp.2.000.000,- kemudian dikeluarkan Rp. 50.000,- maka harta kita menjadi Rp. 1.950.000,- yang berarti jumlah harta kita berkurang. Tapi, menurut ilmu Allah yang Maha Pemberi rizki, zakat yang kita keluarkan tidak mengurangi harta kita, bahkan menambah harta kita dengan berlipat ganda. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 39 :
“Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipat gandakan .”
Dalam ayat ini Allah berfirman tentang zakat yang sebelumnya didahului dengan firman tentang riba. Dengan ayat ini Allah Maha Pemberi Rizki menegaskan bahwa riba tidak akan pernah melipat gandakan harta manusia, yang sebenarnya dapat melipat gandakannya adalah dengan menunaikan zakat.
Keempat, zakat bermakna As-Sholahu, yang artinya beres atau keberesan, yaitu bahwa orang orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari masalah. Orang yang dalam hartanya selalu ditimpa musibah atau masalah, misalnya kebangkrutan, kecurian, kerampokan, hilang, dan lain sebagainya boleh jadi karena mereka selalu melalaikan zakat yang merupakan kewajiban mereka dan hak fakir miskin beserta golongan lainnya yang telah Allah sebutkan dalam Al – Qur’an.
Minggu, 23 September 2012
POLIGAMI HARAM ! NIKAH ALA NABI IS OK ?
POLIGAMI HARAM ! NIKAH ALA NABI IS
OK ?
Sahabat Sukses Rumah Ramah Sahabat Yatim
, semoga Allah SWT senantiasa menjaga ketenangan dan ketentraman keluarga kita
semua, Aamiin
Sahabat, untuk judul catatan
spiritual kali ini, kami mohon maaf kalau terdapat banyak bahasa vulgar dan
nakal, untuk menghindari kesalahpahaman, insya Allah.
Sahabat Poligami makin heboh dan
controversial karena banyak dilakukan oleh tokoh-tokoh yang seharusnya jadi
panutan ummat, namun naifnya 100% gagal dan berantakan karena mereka hanya
melihat Nabi SAW istrinya banyak, tetapi tidak mampu memahami dan melihat
secara jernih mengapa dan bagaimana Nabi Muhammad SAW nikah dan nikah lagi !
Di sebuah Musholla perkantoran
Ustadz Jamal memberikan tausiah singkat selepas sholat Dhuhur berjamaa'ah,
tiba-tiba Ustadz Jamal berfatwa " Para Jama'ah sekalian haram hukumnya
menikahi wanita sekantor ", para jama'ahpun terbengong-bengong, salah
satunya pak Jamil langsung protes " Ustadz, dari mana dalilnya, masalahnya
istri saya itu wanita sekantor dengan saya ?! ". " Gak usah pakai
dalil, gak usah mendebat, itu sudah jelas-jelas pasti haramnya ! ", tegas
Ustadz Jamal. " wah, gak boleh begitu ustadz, kita ini orang-orang
intelek, tapi okelah ustadz, tolong diberi penjelasannya saja gimana ? "
rayu pak Jamil. " Bagini para Jama'ah sekalaian, kita ini nikah dengan
satu wanita saja sudah capek bin repot apalagi kalau kita nikahin wanita
sekantor, wanita sekantor itu tidak sedikit, buaaaaanyak ! ", ha ha
ha, gimana ? jelas kan!.
Sahabat, apa sih poligami ? konon
itu kata dari Yunani, Poly = banyak dan Gamos = kawin, artinya seseorang yang
mengawini lawan jenisnya lebih dari satu untuk pemuasan nafsu dan aktualisasi
kekuasaan atau kekayaan mereka, di Negara manapun budaya poligami telah ada
sejak dahulu, dan banyak dilakukan oleh para penguasa dan konglomerat saat itu,
para Raja dahulu mempunyai selir yang tidak sedikit.
Sekarang tidak sedikit Para penguasa
dan konglomerat baik laki-laki maupun perempuan yang mengawini lawan jenisnya
lebih dari satu baik secara legal maupun illegal untuk pemuasan nafsunya karena
memiliki kekuasaan atau kekayaan yang lebih. Berapa banyak para penguasa,
pengusaha, selebritis bahkan ustadz, baik laki-laki maupun perempuan karena
kekuasannya, ketenarannya dan kekayaannya, mereka kawin diam-diam
kemudian terang-terangan karena ketahuan media padahal dia sudah punya istri
atau suami. Inilah poligami yang sebenarnya !!!, jadi apanya yang halal ? maka
siapapun kita yang berusaha poligami maka tunggulah kehancuran bisnis, karir
dan keluarga kita. Contohnya ? buaaaaanyak !!!
Nah, sekarang kita lihat Rosulullah
Muhammad SAW, diusianya yang 25 tahun beliau dilamar oleh wanita janda tua kaya
raya Khadijah, Khadijah yang sudah berusia 40 th terpikat oleh kesederhanaan,
kejujuran dan kegigihan Muhammad SAW dalam mewujudkan misi dan visi hidupnya.
Muhammad SAW pun menerimanya dengan sepenuh hati, maka terjalinlah hubungan
pernikahan dan sinergi potensi yang indah sampai akhir hayat Khadijah, saking
cintanya Rosulullah Muhammad SAW tidak pernah menihkah lagi selama Khadijah
mendampingi hidupnya, apa sih keistimewaan Khadijah padahal dia janda dan sudah
tua ?
Inilah komentar Muhammad Rosulullah
SAW tentang Khadijah : " Allah tidak pernah memberiku pengganti yang lebih
baik daripada Khadijah, Ia beriman kepadaku ketika semua orang ingkar, Ia yang
mempercayaiku ketika semua orang mendustakanku, Ia yang memberiku harta ketika
semua orang enggan memberi, dan darinya Allah memberiku keturunan, sesuatu yang
tidak Dia anugerahkan kepadaku dari istri-istriku yang lain " (
HR.Ahmad )
Jadi jika kita ingin suami kita tidak
menikah lagi selama hidup bersamanya, jadilah sosok wanita seperti Khadijah
yang sangat memahami dan memberikan totalitas daya dukung untuk bersama
mewujudkan perjuangan misi dan visi hidup sang suami, demikian juga para suami
jika istri kita sudah menjadi sosok yang menghapiri Khadijah jangan coba-coba
mencari cari wanita lain, dijamin Anda akan hancur dan kandas misi dan visi
hidup Anda. Sampai disini jelas Muhammad SAW bukan seorang Poligamer ! ok.
Sepeninggal Khadijah Rosulullah SAW
menikah dengan Saudah binti Zam'ah seorang janda tua berkulit hitam legam
sehingga sering dipanggil Saudah Ummul Aswad, adalah seorang wanita yang hanya
menginginkan Sorga dan keridhaan Rosulullah SAW daripada kesenanga pribadi,
selama hidup bersama Rosulullah, beliau selalu berusaha menghibur,
membahagiakan, menyemangati dengan banyak bercerita tentang kenangan-kenangan
indah pada masa hijrah, berdiskusi dan menimba ilmu dari Rosulullah SAW, Saudah
sangat tahu diri bahwa dirinya tidak akan mampu mengisi kekosongan hati Rosulullah
sebagaimana Khadijah mengisi relung hati beliau. Bersama Saudah Rosulullah SAW
tidak dikarunia anak. Ok sampai disini adakah Rosulullah menikahi saudah janda
tua hitam legam karena nafsu syahwatnya karena ditinggal Khadijah ?
3 tahun kemudia Rosulullah SAW
menikahi seorang gadis belia Aisyah yang masih berusia 6 tahun dengan restu
yang tulus dari Saudah, pernikahan beliau dengan Aisyah bukan didasari
keinginan nafsu, tapi sebuah PERINTAH dari Allah SWT melalui Malaikat yang ditemuinya
dalam mimpi yang benar.
Saat itu Rosulullah SAW bermimpi
didatangi oleh Malaikat yang membawa secarik kain sutra, lalu Rosulullah SAW
bertanya " kain apakah itu ? ", Malaikat itupun menjawab : "
Inilah istrimu ". Maka beliupun membuka secarik kain tersebut dan ternyata
ada gambar Aisyah tercetak diatasnya, kejadian ini terjadi dua kali dalam mimpi
beliau ( HR. Bukhori, Muslim dan Ahmad )
Saudah sangat bahagia ketika
mendengar Rosulullah akan menikahi Aisyah, berharap ruang kosong yang
ditinggalkan Khadijah dapat digantikan oleh Aisyah, Saking ridhanya saudah atas
pernikahan Beliau dengan Aisyah sehingga waktu gilirnyapun diberikan kepada
Aisyah, " Ya Rosulullah aku serahkan hari gilirku bersamamu kepada Aisyah,
hanya ridhamu saja yang aku inginkan agar aku tetap bisa menjadi istrimu "
kata Saudah dalam sebuah hadits Riwayat Muslim.
Aisyah dinikahi Rosulullah diusianya
yang masih belia 6 th, tetapi tidak hidup dalam satu rumah artinya Aisyah tidak
pernah tidur bersama Beliau karena waktu itu Beliau BELUM MEMPUNYAI MAHAR yang
bisa diberikan kepada Aisyah, sampai Aisyah berusia 9 tahun baru mereka hidup
satu rumah. Mengapa Rosulullah menikahi Aisyah yang sangat belia itu, adakah
untuk pamer kekuasaan dan kekayaan disini ? ataukah untuk pemuasan nafsu ?
Sahabat, pada saat itu tidak ada
kertas dan alat tulis yang canggih seperti sekarang ada computer dan alat
perekam yang canggih, pada masa itu wahyu seringkali turun dan seluruh perilaku
Rosulullah harus terekam dengan baik agar dapat menjadi suri tauladan untuk
generasi sesudah beliau. Rosulullah sudah cukup lanjut usianya, maka
Beliau memnfaatkan kejeniusan dan Golden agenya Aisyah untuk merekam wahyu yang
turun kepadanya. Aisyah adalah keturunan Kaum Quraisy yang sangat terkenal
dengan kekuatan hafalan dan rekamannya terhadap setiap kejadian. Dan
sangat-sangat terbukti istri Rosulullah yang paling banyak meriwayatkan Hadits
adalah Aisyah.
Bagaimana hubungannya dengan Saudah
? Aisyah sangat menghormati, mengagumi dan menyanjungnya. Aisyah pernah berkata
" Aku tidak pernah menemukan seorang wanita yang lebih kusukai jika diriku
menjadi dirinya selain Saudah binti Zam'ah, seorang wanita yang kekuatan
jiwanya luar biasa " ( HR.Muslim ). Dalan pernikahannya dengan AISYAH ini
BELIAU TIDAK DIKARUNIAI ANAK
Ok, sampai disini adakah Rosulullah
seorang Poligamer dan pemuas nafsu sexnya ? baik, baik kita lanjut ya.....
Kemudian Rosulullah SAW menikah
lagi, menikah lagi dan lagi....... Sampai total ada 13 istri termasuk
Khadijah yang telah meninggal dunia. Lho ini apa gak poligami namanya ? ntar
dulu sabar, sabar dan sabar.....
Selanjutnya Rosulullah menikahi
Hafsah binti Umar bin Khotob, wanita janda yang ditinggal mati suaminya. Beliau
menikahinya untuk menghormati bapaknya Umar bin Al-Khotob. Dengan menikahi
hafshah putri Umar, maka hubungan emosional antara Rasulullah SAW dengan Umar
menjadi sedemikian akrab, kuat dan tak tergoyahkan. Tidak heran karena Umar
memiliki peranan sangant penting dalam dakwah baik ketika fajar Islam baru
mulai merekah maupun saat perluasan Islam ke tiga peradaban besar dunia. Di
tangan Umar, Islam berhasil membuktikan kabar gembira bahwa Islam akan
mengalahkan semua agama di dunia. DALAM PERNIKAHAN INI BELIAU TIDAK DIKARUNIAI
ANAK
Lalu Rosulullah menikahi Zainab
binti Khuzaimah dikenal sebagai Ummul Masakin karena ia sangat menyayangi
orang-orang miskin. Suaminya syahid di Perang Uhud, namun Ia meninggal
dua atau tiga bulan setelah pernikahannya dengan Rasulullah SAW, DALAM
PERNIKAHAN INI BELIAU TIDAK DIKARUNIAI ANAK
Terus Rosulullah menikah lagi dengan
Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah , seorang janda yang meningalkan dua anak
laki-laki dan dua anak perempuan Alasan beliau menikahinya adalah untuk
menghormati Ummu Salamah dan memelihara anak-anak yatim tersebut. DALAM
PERNIKAHAN INI BELIAU TIDAK DIKARUNIAI ANAK
Kemuadian Beliau menikahi Zainab
binti Jahsyi bin Royab RA, dari Bani Asad bin Khuzaimah dan merupakan puteri
bibi Rasulullah SAW. Adalah janda dari Zaid bin Harits Pernikahan
tersebut adalah atas perintah Alloh SWT untuk menghapus kebiasaan Jahiliyah
dalam hal pengangkatan anak dan juga menghapus segala konskuensi pengangkatan
anak tersebut. DALAM PERNIKAHAN INI BELIAU TIDAK DIKARUNIAI ANAK
Selanjutnya Beliau Menikahi
Juwairiyah binti Al-Harits , pemimpin Bani Mustholiq dari Khuza'ah. Ia
merupakan tawanan perang yang sahamnya dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin
Syimas, kemudian ditebus oleh Rasulullah SAW dan dinikahi oleh beliau. Alasan
beliau menikahinya adalah untuk menghormatinya dan meraih simpati dari kabilhnya
(karena ia adalah anak pemimpin kabilah tersebut) dan membebaskan tawanan
perang
DALAM PERNIKAHAN INI BELIAU TIDAK
DIKARUNIAI ANAK
Lalu Rosulullah menikah lagi dengan
Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan, sebelumnya ia dinikahi oleh Ubaidillah bin
Jahsy dan hijrah bersamanya ke Habsyah. Suaminya tersebut murtad dan menjadi
nashrani dan meninggal di sana. Ummu Habibbah tetap istiqomah terhadap
agamanya. Ketika Rasulullah SAW mengirim Amr bin Umayyah Adh-Dhomari untuk
menyampaikan surat kepada raja Najasy pada bulan Muharrom tahun 7 Hijrah. Nabi
mengkhitbah Ummu Habibah melalu raja tersebut dan menikahinya lalu dipulangkan
kembali ke Madinah bersama Surahbil bin Hasanah.
Sehingga alasan yang paling kuat adalah
untuk menghibur beliau dan memberikan sosok pengganti yang lebih baik baginya.
Serta penghargaan kepada mereka yang hijrah ke Habasyah karena mereka
sebelumnya telah mengalami siksaan dan tekanan yang berat di Mekkah. DALAM
PERNIKAHAN INI BELIAU TIDAK DIKARUNIAI ANAK
Kemudian Rosulullah menikahi
Shofiyyah binti Huyay bin Akhtob dari Bani Israel, ia merupakan tawan
perang Khoibar lalu Rasulullah SAW memilihnya dan dimeredekakan serta
dinikahinya setelah menaklukan Khoibar tahun 7 Hijriyyah. Pernikahan
tersebut bertujuan untuk menjaga kedudukan beliau sebagai anak dari pemuka
kabilah. DALAM PERNIKAHAN INI BELIAU TIDAK DIKARUNIAI ANAK
Lalu Rosulullah menikah juga dengan
Maimunah binti Al- Harits , Ia adalah seorang janda yang sudah berusia
lanjut, dinikahi pada saat melaksanakan Umroh Qadho. PERNIKAHAN INI BELIAU
TIDAK DIKARUNIAI ANAK
Dan yang terkhir justru keinginan
beliau mempunyai anak jatuh pada seorang Budak hadiah dari Meqauqis seorang
pembesar Mesir, budak tersebut kemudian dimerdekakan dan dinikahinya, dan
ternyata benar hasil pernikahan tersebut melahirkan seorang anak laki-laki
bernama Ibrahim, namun diusianya yang ke 13 bulan Ibrahim sakit keras kemudian
meninggal dunia. Beliau tidak terlalu larut dalam kesedihan atas meninggalnya
anak beliau Ibrahim, karena sejak awal takdir telah diberitahukan kepada Beliau
bahwa Beliau tidak akan mendapatkan keturunan dari semua wanita yang
dinikahinya kecuali dari Kahdijah (dari HR.Ahmad)
Sahabat, apa yang terlintas dan
terfikir oleh kita atas kisah-kisah pernikahan Rosulullah SAW diatas ? masihkah
kita menuduh Rosulullah seorang Poligamer ? baik-baik, mari kita analisis
bersama.
‘urwah menyatakan bahwa Aisyah
pernah berkata " Wahai putra saudara , Rosulullah tidak pernah membedakan
pembagian antara istri-istri beliau, termasuk giliran tinggal bersama kami,
SANGAT JARANG BELIAU BERKELILING KEPADA SEMUA ISTRINYA, BELIAU DATANG KEPADA
MEREKA SATU PER SATU TANPA MELAKUKAN HUBUNGAN hingga sampai kepada istri
beliau yang mendapat giliran dan bermalam dirumahnya " ( HR.Muslim )
Lho apa mungkin Beliau menikahi
segitu banyak wanita sepeninggal Khadijah tanpa melakukan hubungan badan sama
sekali ? terus waktu gilir atau bermalam ke istri-istrinya itu ngapain aja ?
coba kita analisis yang lebih dalam lagi ya....
- Bukti konkritnya tidak ada dari para istri Beliau selain Khadijah yang lahir seorang anak, kecuali dari Mariah Qibthiyya itupun sekali-sekalinya yang tidak lama kemuadian anaknya meninggal dan menyusul kemudian Rosulullah juga wafat
- Istri Rosulullah itu rata-rata Janda tua dengan gaya hidup yang diterapkan Rosulullah bersama para istrinya dengan gaya hidup orang termiskin, bagaimana mungkin nafsu syahwat dapat bergelora ?, sehingga belum pernah dijumpai satu riwayat kalau Istri-istri nabi itu menuntut nafkah biologis, yang ada adalah mereka menuntut tambahan nafkah lahiriyah itupun langsung ditegur oleh Allah SWT dengan turunnya wahyu untuk memberikan opsi kepada istri Rosulullah, mau cerai atau bersabar hidup bersama Rosulullah, cobalah kita sesekali meniru hidup Rosulullah seminggu saja, selama seminggu itu, setiap hari kita hanya makan satu atau dua butir korma, tidur hanya diatas tikar yang kasar, diruangan yang panas dan pengap ditambah lagi kesibukan kita melakukan berbagai aktifitas pekerjaan dalam suasana yang sangat genting dan tidak aman, itu kita lakukan bersama istri kita, mungkinkah dalam kondisi seperti itu gairah Nafsu Sex kita akan bangkit ? jangan memfonis coba lakukan dan buktikan !, mungkin orang-orang yang menganggap poligami itu Wajib atau Sunnah itu membayangkan Rosulullah hidup di Indonesia yang aman dan damai seperti sekarang, ngibul klie !
- Rosulullah SAW itu pemimpin ummat yang super sibuk dalam perang, dakwah dan membina sahabat dan ummatnya dan juga sering memimpin perang secara langsung, bagaimana mungkin Beliau akan mampu melaksanakan tugas dan kewajiban kepemimpinan yang sangat besar dan mulia tersebut dengan sempurna kalau harus dituntut oleh semua istrinya memenuhi kebutuhan biologis mereka ?
Perlu kita tahu, maaf ini ya, Fitrah
semua wanita ketika mereka pernah merasakan kenikmatan hubungan sex bersama
suaminya akan merasakan ketagihan yang amat sangat apalagi kalo masih muda,
karena kenikmatan yang diperoleh wanita 9 kali lebihnya dibanding kenikmatan
yang diperoleh laki-laki, coba bisa dibayangkan bagaimana kalau keduabelas
istri Beliau itu ketagihan semua, apa gak minta ngesex setiap hari ? apa
mungkin Beliau mampu melaksanakan tugas yang begitu berat kalau hari-harinya
hanya dihabiskan bermesraan dengan para istrinya ?
- Cinta Rosulullah kepada Khadijah tidak pernah bisa digantikan istri beliau yang manapun karena begitu membekasnya cinta Rosulullah kepada Khadijah sehingga Rosulullah masih sering menyebut nama Khadijah didepan Aisyah tanpa sadar.
Suatu hari Rosulullah SAW mengenang
Khadijah dihadapan Aisyah, mendengar hal itu Aisyah berkata " Seperti
tidak ada perempuan lain saja di dunia ini selain Khadijah, Engkau selalu
mengenang perempuan tua yang ompong itu, padahal Allah telah memberimu
pengganti yang lebih baik" , coba apa jawaban Rosulullah ? "
Allah tidak pernah memberiku pengganti yang lebih baik daripada Khadijah, Ia
beriman kepadaku ketika semua orang ingkar, Ia yang mempercayaiku ketika semua
orang mendustakanku, Ia yang memberiku harta ketika semua orang enggan memberi,
dan darinya Allah memberiku keturunan, sesuatu yang tidak Dia anugerahkan
kepadaku dari istri-istriku yang lain " ( HR.Ahmad )
- Suatu hari Aisyah sewot dan terasa kepalanya pening ( salah satu sebab pening kepala adalah ketika kebutuhan bioloisnya belum terpenuhi ), Aisyah berseru " Aduh.... Kepalaku sakit! " , berharap dapat perhatian dan pengertian dari Rosulullah, tapi apa respon Rosulullah atas kejadian itu, Rosulullah malah menimpali " Kepalaku juga sakit , tidak masalah jika engkau mati sebelum aku, akulah yang akan memandikanmu, mengkafanimu, mensholatkanmu dan menguburkanmu ", Aisyahpun membalas " setelah menguburkanku, engkau akan pulang ke rumahku dan menikah lagi dengan perempuan lain disana ". Rosulullah hanya tersenyum mendengar respon Aisyah tersebut. (HR.Bukhori, Ahmad, Nasa'I, Baihaqi dan Ibnu Hibban)
Lho kenapa Rosulullah membiarkan
kebutuhan biologis Aisyah tak terpenuhi ?, Rosulullah tidak akan membiarkan
kejeniusan Aisyah dan daya tangkap memorinya berkurang gara-gara energi
biologisnya terkuras karena ketagihan ngesex, dan perlu diingat Aisyah usianya
belum mencukupi untuk melahirkan seorang anak, ketika Rosulullah meninggal saja
usia Aisyah baru 18 tahun. Adakah disini Rosulullah terpikat dengan
kecantikan dan keABGan Aisyah ? sekali lagi Rosulullah menikahi Aisyah untuk
dijadikan pengganti ALAT PEREKAM WAHYU.
Terus mengapa istri-istri Rosulullah
itu begitu cemburunya kepada Aisyah, bukankah karena seringnya Rosulullah tidur
dan jalan bersama Beliau? ingat kejeniusan Aisyah dan daya tangkap memori
otaknya tidak dimiliki oleh istri-istri Rosulullah yang lain sehingga
Rosulullah lebih banyak tinggal dan berinteraksi dengan Aisyah disamping karena
mendapat jatah tambahan dari Saudah juga rumah Aisyah yang setembok dengan
Masjid Nabi. Jadi kecemburuan istri-istri beliau bukan karena tidak adilnya
pemberian nafkah biologisnya akan tetapi mereka cemburu karena penguasaan Ilmu
Agama dan Pengetahuan Aisyah yang begitu dalam dan luas karena seringnya
berinteraksi dengan Rosulullah SAW, namun akhirnya kondisi tersebut dipahami
oleh seluruh istri beliau.
Jadi Apa hikmah dan kesimpulannya ?
- Para wanita yang rela dinikahi bahkan menyerahkan diri untuk dinikahi oleh Rosulullah adalah karena mereka :
-
ingin mendapat pahala dengan melayani Rosulullah
-
ingin mendapatkan ilmu dan bimbingan dari Rosulullah
-
ingin disantuni dan mendapat perlindungan dari Rosulullah atau Negara
- Tujuan Rosulullah menikahi para wanita-wanita itu adalah
-
Strategi Dakwah Islam untuk kemashlahatan ummat
-
Merekrut dan membangun SDM
-
Mensinergikan kekuatan-kekuatan ummat yang ada
-
Sebagai jembatan untuk mentransfer pengetahuan dari Rosulullah kepada kaum
perempuan yang lain
-
Menyiapkan duta-duta wanita untuk segenap kaum wanita di dunia
-
Memberdayakan potensi kaum wanita.
-
Karena adanya perintah / wahyu dari Allah untuk menikahi wanita tersebut.
- Praktek poligami yang dilakukan oleh kebanyakan orang dulu dan sekarang sangat berbeda dengan cara Rosulullah menikahi istri-istri beliau
Sahabat, Agar lebih dalam lagi
tentang Poligami dan Nikah Ala Nabi, bagiamana agar Suami Kita tidak tergiur
Poligami tetapi Istri Kita yang malah nyuruh Nikah Lagi, he he he ....ikuti
Kisah dan catatan Spiritual berikunya dengan Judul " 1001 ALASAN IDIOT
ORANG NGEBET POLIGAMI " dan " DUH... ENAKNYA POLIGAMI DI
SORGA REK ", Ok tetaplah selalu bersama Rumah Yatim Indonesia,
To a Way Unlimited Success Together. http://www.rumahramahsahabatyatim.blogspot.com/
MULIA kita dengan MEMBERI, ABADIKAN yang TERSISA dengan SEDEKAH
Ust.Rahmat , Motivator Ideologis, tolong SHARE Ya....berikut Link dan Rekeningnya
Bank BRI
2006010075508
a/n yayasan Rumah Ramah
Bagi Anda YANG INGIN konfirmasi silahkan SMS atau Hubungi ke 0838 71990800 atau 08386215349 atau BBM Ust. Rahmat 29FEFE62
Ust.Rahmat , Motivator Ideologis, tolong SHARE Ya....berikut Link dan Rekeningnya
Bank BRI
2006010075508
a/n yayasan Rumah Ramah
Bagi Anda YANG INGIN konfirmasi silahkan SMS atau Hubungi ke 0838 71990800 atau 08386215349 atau BBM Ust. Rahmat 29FEFE62
Selasa, 18 September 2012
MENIKMATI PERNIKAHAN
Kepada Suami
jangan beri aku bunga
lalai aku nanti
memandanginya dan menciumi
wanginya
jangan pula kau beri aku
setumpuk busa berwarna biru
sibuk nanti aku
membaca novel seraya menikmati empuknya
tak usah pula kau hadiahi aku
dengan sebatang coklat
yang rasanya memabukkan
karena akan rusak gigiku
dan mencuri waktuku
biarkan aku bercanda dengan mautku
karena aku tak tahu lagi
kapan ia hendak menjemputku
Menjadi istri, dan juga menjadi
suami, adalah proses pembelajaran yang terus menerus. Ia tak sekedar
membutuhkan naluri, insting atau apapun namanya, tetapi ia membutuhkan banyak
hal yang mendukungnya untuk senantiasa siap dalam kondisi belajar. Belajar
tentang apapun juga, agar pernikahan sebagai sebuah tangga
pendakian menjadi pengantar yang mengasyikkan untuk mencapai ridhaNya.
Bukan lagi sebagai sebuah siksaan, rutinitas yang menjenuhkan atau kebosanan yang dipelihara karena tak ada lagi yang lainnya. Tak ada satu orang yang berhak lebih dominan dibanding yang lainnya, atau tak ada yang boleh merasa terzhalimi oleh pasangannya. Ia adalah bejana bening yang ditentukan warna dan isinya oleh suami dan istri secara bersama-sama.
Itu sebabnya, pernikahan sebagai sebuah ibadah yang “unik”, karena tak semata-mata menyangkut keinginan pribadi, tetapi mesti mengkompilasi, mengkompromi dan menoleransi cita-cita dan harapan, setidaknya, dua orang, dinamai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai nisfud din, setengah agama.
Tak mudah dan tak bisa begitu saja memulas warna pernikahan itu menjadi warna harmonis yang layak dipamerkan di sebuah galeri sebagai al usroh al mitsaliyah, rumah tangga percontohan. Orang–orang di luar mereka memandangnya dengan keinginan untuk meneladaninya, tetangga-tetangga mereka merasa nyaman dengan kehadirannya, anak-anak di sekitarnya menjadikan mereka sebagai guru yang layak didengar. Duhai, alangkah indahnya kotak cantik yang bernama pernikahan itu.
Banyak akhwat, dan mungkin juga ikhwan, membayangkan bahwa pernikahan itu ibarat melewati jalan tol dengan mobil keluaran terbaru dan di pinggir-pinggir jalan dihiasi rumpun-rumpun mawar yang baunya semerbak dan warnanya meneduhkan mata. Mereka tak sepenuhnya salah. Asal mereka tahu, setelah jalan tol itu berlalu, mungkin mereka harus berbelok di jalan becek atau mobilnya ditilang oleh polisi, atau terbentang sungai tanpa jembatan, atau yang lain.
Pernikahan itu, tak hanya wangi seperti di saat walimatul ursy. Mungkin ada kalanya kompor minyak tanah perlu dicabuti sumbunya sehingga bau minyak tanah melekat di antara jari-jari. Atau saat sang bayi pipis dan buang air besar, ia menjadi belepotan dengannya. Tak masalah sebenarnya, toh setelah itu semuanya mudah dibersihkan. Yang menjadi masalah, bila kesan yang tertanam di benak salah satu di antara mereka adalah kesan ketika pasangannya tak sedang “wangi”. Adakah yang lebih bisa dijadikan hiburan di saat gundah dengan hal ini bila memori penuh dengan hal yang tak mengenakkan?
Saat marah, saat tak berkenan, saat berkata dengan nada tinggi, saat tak melepas kepergian dengan senyum kerelaan, saat tak menyambut pulang dengan wajah sumringah, saat akhir bulan tak ada lagi beras yang bisa dijadikan bubur untuk mengganjal perut yang lapar, saat rumah berantakan oleh kertas dan sampah makanan. Waduh! Mengapa dia menjadi suamiku? Waduh! Wengapa pula dia menjadi istriku?
Ada yang bercerita, sesungguhnya ia sama sekali tak bermasalah dengan suaminya. Ia menerima dengan cinta yang datang perlahan, ia mendapatkan kecocokan dan ia dapat tertawa lepas bersamanya. Lalu apa masalahnya? Ia merasa mereka tak saling menulari dalam kebaikan tapi terkadang tertular dalam keburukan. Satu tak tilawah yang satu ikut-ikutan. Satu sulit (ini masalah kebiasaan sebenarnya, bukan stempel yang tak bisa diubah!) menghafal Al Qur’an, eh yang lainnya juga.
“Benar-benar defisit hafalan saya, dibandingkan ketika masa gadis dulu!”
Atau kebiasaan buruk lainnya seperti menggigit jari kuku, menaruh handuk sembarangan, lupa meletakkan kunci. Wah…wah…wah… , inilah kenikmatan dunia yang bernama pernikahan!
Betapa kebutuhan untuk menjadi diri sendiri adalah keniscayaan dalam pernikahan. Siapapun dia, dia membutuhkan ruang untuk diterima secara utuh dan dihargai pemberiannya dengan kelapangan dada. Tidak selamanya diharuskan ada tadhiyyah dalam masalah- masalah tertentu, apalagi bila masalah itu tak melanggar syar’i. Selera, misalnya. Mengapa ia harus meniadakan keinginannya membeli tahu pong, makanan favoritnya, gara-gara suaminya lebih menyukai tempe mendoan? Mengapa ia harus memaksakan diri kalau itu menyiksanya?
Meski tak ada yang menyalahkannya ketika akhirnya ia bisa “membuang” seleranya dan menggantikannya dengan selera pasangannya. Apalagi bila hal itu berdiri di atas nama cinta. Silakan, bila tak ada yang merasa terkalahkan hanya gara-gara tahu dan tempe! Semua itu masalah pilihan, tak ada yang lebih benar dibanding lainnya.
Pernikahan membutuhkan energi untuk ikhlas memberi sekaligus menerima. Dengan energi keikhlasan inilah sesungguhnya roda pernikahan itu akan menggelinding mulus meski berbagai halangan dari pasir, kerikil, lumpur becek, sampai jalan berapit jurang akan mudah dilalui. Tak ada yang merasa lebih berharga dan lebih berjasa satu dengan lainnya. Juga tak boleh ada yang menghitung mengeluarkan terlalu banyak bila dibandingkan dengan apa yang dia terima.
Bila ternyata Allah menghadiahi kita dengan pernikahan barakah, kita pun telah dapat mengecap makna sakinah, mawaddah, wa rahmah. Maka sesungguhnya ujian kita akan berbentuk lain.
Aisyah radhiyallahu anha, istri terkasih Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam meriwayatkan sebuah hadits panjang tentang sebelas perempuan yang saling berjanji untuk jujur dan tidak saling merahasiakan sesuatu pun tentang tingkah laku suaminya. Ada Ummu Zar yang amat disayang oleh suaminya dan diberi berbagai macam pemberian. Meski akhirnya ia dicerai, Ummu Zar tahu, tak ada yang bisa menggantikan Abu Zar dan menyamai pemberiannya.
Bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, pria teragung itu, dalam sabdanya kepada Aisyah, “Aku dan engkau ibarat Ummu Zar, tetapi Abu Zar menceraikan Ummu Zar, sedangkan aku tidak menceraikanmu.”
Seringkali, manusia menjadi lupa bila Allah memberinya ujian berupa kenikmatan. Padahal ketika ujian yang datang berupa kesedihan, ketidaknyamanan, masalah yang datang bertubi, ketidakcocokan dengan karakter pasangan atau sedikit kekurangan materi, maka ia akan datang bersimpuh kepada Allah dengan sepenuh kerendahan hati, mengadu dan mengucurkan air mata agar Allah senantiasa membantunya menyelesaikan problemnya. Bila yang terjadi sebaliknya, suami sayang istri, tidak perhitungan (baca: tidak pelit) ketika memberi, tak pernah saling bentak, bila marah cepat redanya dan sayangnya bertambah setelah itu, jarang yang menghiba-hiba kepada Allah agar amanah keserasian itu sampai ke surgaNya.
Itu sebabnya saya mengungkap hal ini dalam puisi kecil dan sederhana itu. Bahwa inti pernikahan, menurut saya, sesungguhnya adalah tarbiyah. Seorang suami men-tarbiyah istrinya dan sebaliknya. Meski tak secara formal, mereka paling berhak menjadi murabbi bagi lainnya. Karena mereka adalah dua sosok individu yang dipertemukan dan didekatkan Allah karena rahmatNya. Tidak ada hubungan yang istimewa dan erat sebagaimana hubungan antara suami dan istri. Tidak ada yang bisa menggantikan satu dengan yang lainnya. Pun, tidak ada relasi apapun yang bisa menyamai relasi berumahtangga.
Seorang suami, karena kedekatannya itu menjadi faham betul, kapan sang istri dalam kondisi futur. Begitu pula, sang istrilah yang paling mengerti sudah berapa hari, pekan bahkan bulan, sang suami tak tilawah Al Qur’an di rumahnya. Faktor inilah yang menjadikan tarbiyah berbasis rumah adalah tarbiyah yang efektif. Karena sang pengobat tahu penyakit mana yang mesti diobatinya terlebih dahulu.
Sayangnya, banyak rumah tangga ikhwah, tak seideal (kita berharap: mungkin sedang menuju ideal), seperti konsep-konsep tarbiyah rumah tangga seperti yang ditulis di banyak buku. Betapa sibuk sang bapak men-tarbiyah sekelilingnya, remaja masjid, mahasiswa di kampus, teman-teman di kantornya atau taklim rutin bapak-bapak pengurus masjid, tetapi saking sibuknya, ia lupa bahwa istri dan anak-anaknya juga membutuhkan sentuhan indah dari lisannya. Bahkan untuk sekedar berbagi cerita.
Seringkali pula sang bapak beralasan, “Apapun yang bapak lakukan itu adalah tarbiyah buat kalian, jadi lihatlah tindakan bapak, perhatikan bagaimana bapak mengambil keputusan atau cara bapak menengahi perselisihan.”
“Inilah cara bapak mentarbiyah kalian. Jadi tak usahlah diformalkan seperti forum yang melingkar itu!”
Begitupun sang ibu. Ia adalah murabbi tangguh bagi mutarabbinya. Teman yang enak diajak berbagi. Empati dengan permasalahan akhwatnya. Mau berkorban menolong kebutuhan saudaranya. Tapi sang ibu seringkali lupa, bila ia membaca doa rabithah, dan menyebut serta membayangkan deretan wajah-wajah sahabatnya, nama sang suami terlupa disebutnya.
Itulah, bila kemudian ada yang mengeluhkan, mengapa rumah tangga dai tak berbeda jauh dengan rumah tangga pada umumnya, barangkali faktor tarbiyah ini tak menemukan titik penting yang bisa menyentuh kebutuhan para penghuninya. Biarlah tarbiyah itu seperti air mengalir, tak usah di-planning-planning. Sehingga tausiyah yang mestinya sarat makna menjadi forum interogasi yang tidak dirindui. Sehingga kata-kata hikmah yang diucapkan adalah kata-kata yang tak mengendap di hati, sekedar masuk telinga kanan keluar ke telinga kiri. Akibatnya, banyak masalah yang mestinya kecil dan segera bisa diatasi, menjadi membesar dan tak tahu lagi kemana mencari ujung kekusutannya.
Ibarat tiang yang saling menopang, suami dan istri adalah dua tonggak tangguh yang saling menguatkan. Ketiadaan salah satunya menjadikan tiang lebih mungkin rapuh. Dan gampang dirobohkan. Sehingga proses saling mengingatkan dan berharap peningkatan kebaikan bagi yang lainnya adalah keniscayaan. Apatah lagi, kita ini sama–sama manusia dengan segala kekurangan yang melekat erat. Istri mana yang tak ingin dimanja suaminya. Dihadiahi coklat, dipersilakan istirahat, diberi ruang untuk berasyik masyuk merawat diri di salon, dibolehkan sesaat untuk membaca novel kesayangannya dan tak selalu serius memikirkan cucian yang menumpuk di ruang belakang rumahnya. Dan balasannya, ia menjadi lebih cinta kepada suaminya. Tentu sang suami manapun menginginkan istrinya menikmati posisinya sebagai istri dia seorang, agar kepemimpinannya memang benar-benar layak dibanggakan.
Bukankah kata-kata umum mengatakan, seorang lelaki lebih tahan menerima cobaan yang diperuntukkan khusus baginya. Tapi ia bisa lebih tak tahan bila cobaan itu mampir ke istri yang dicintainya, atau anak-anak yang terlahir sebab benihnya. Itu sebabnya, bila sang suami suatu saat merasa lemah, kuatkanlah ia dengan tangan tangguh terulur. Bila kenikmatan dan fasilitas duniawi menggoda, yakinlah bahwa pertolongan Allah jauh lebih kuat bila kita pun tak sanggup untuk menyentuh madu manis sampah dunia.
Jadi, mari meletakkan diri di posisi yang lebih baik dan tertata. Yakinlah, menjadi bagian kecil dari rumah tangga da’i, adalah kebanggaan dunia akhirat, dan tak mesti menghilangkan sisi kewanitaan atau keinginan-keinginan kecil yang sempat diharapkan. Toh Allah selalu bersama kita, maka nikmatilah!
Bukan lagi sebagai sebuah siksaan, rutinitas yang menjenuhkan atau kebosanan yang dipelihara karena tak ada lagi yang lainnya. Tak ada satu orang yang berhak lebih dominan dibanding yang lainnya, atau tak ada yang boleh merasa terzhalimi oleh pasangannya. Ia adalah bejana bening yang ditentukan warna dan isinya oleh suami dan istri secara bersama-sama.
Itu sebabnya, pernikahan sebagai sebuah ibadah yang “unik”, karena tak semata-mata menyangkut keinginan pribadi, tetapi mesti mengkompilasi, mengkompromi dan menoleransi cita-cita dan harapan, setidaknya, dua orang, dinamai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai nisfud din, setengah agama.
Tak mudah dan tak bisa begitu saja memulas warna pernikahan itu menjadi warna harmonis yang layak dipamerkan di sebuah galeri sebagai al usroh al mitsaliyah, rumah tangga percontohan. Orang–orang di luar mereka memandangnya dengan keinginan untuk meneladaninya, tetangga-tetangga mereka merasa nyaman dengan kehadirannya, anak-anak di sekitarnya menjadikan mereka sebagai guru yang layak didengar. Duhai, alangkah indahnya kotak cantik yang bernama pernikahan itu.
Banyak akhwat, dan mungkin juga ikhwan, membayangkan bahwa pernikahan itu ibarat melewati jalan tol dengan mobil keluaran terbaru dan di pinggir-pinggir jalan dihiasi rumpun-rumpun mawar yang baunya semerbak dan warnanya meneduhkan mata. Mereka tak sepenuhnya salah. Asal mereka tahu, setelah jalan tol itu berlalu, mungkin mereka harus berbelok di jalan becek atau mobilnya ditilang oleh polisi, atau terbentang sungai tanpa jembatan, atau yang lain.
Pernikahan itu, tak hanya wangi seperti di saat walimatul ursy. Mungkin ada kalanya kompor minyak tanah perlu dicabuti sumbunya sehingga bau minyak tanah melekat di antara jari-jari. Atau saat sang bayi pipis dan buang air besar, ia menjadi belepotan dengannya. Tak masalah sebenarnya, toh setelah itu semuanya mudah dibersihkan. Yang menjadi masalah, bila kesan yang tertanam di benak salah satu di antara mereka adalah kesan ketika pasangannya tak sedang “wangi”. Adakah yang lebih bisa dijadikan hiburan di saat gundah dengan hal ini bila memori penuh dengan hal yang tak mengenakkan?
Saat marah, saat tak berkenan, saat berkata dengan nada tinggi, saat tak melepas kepergian dengan senyum kerelaan, saat tak menyambut pulang dengan wajah sumringah, saat akhir bulan tak ada lagi beras yang bisa dijadikan bubur untuk mengganjal perut yang lapar, saat rumah berantakan oleh kertas dan sampah makanan. Waduh! Mengapa dia menjadi suamiku? Waduh! Wengapa pula dia menjadi istriku?
Ada yang bercerita, sesungguhnya ia sama sekali tak bermasalah dengan suaminya. Ia menerima dengan cinta yang datang perlahan, ia mendapatkan kecocokan dan ia dapat tertawa lepas bersamanya. Lalu apa masalahnya? Ia merasa mereka tak saling menulari dalam kebaikan tapi terkadang tertular dalam keburukan. Satu tak tilawah yang satu ikut-ikutan. Satu sulit (ini masalah kebiasaan sebenarnya, bukan stempel yang tak bisa diubah!) menghafal Al Qur’an, eh yang lainnya juga.
“Benar-benar defisit hafalan saya, dibandingkan ketika masa gadis dulu!”
Atau kebiasaan buruk lainnya seperti menggigit jari kuku, menaruh handuk sembarangan, lupa meletakkan kunci. Wah…wah…wah… , inilah kenikmatan dunia yang bernama pernikahan!
Betapa kebutuhan untuk menjadi diri sendiri adalah keniscayaan dalam pernikahan. Siapapun dia, dia membutuhkan ruang untuk diterima secara utuh dan dihargai pemberiannya dengan kelapangan dada. Tidak selamanya diharuskan ada tadhiyyah dalam masalah- masalah tertentu, apalagi bila masalah itu tak melanggar syar’i. Selera, misalnya. Mengapa ia harus meniadakan keinginannya membeli tahu pong, makanan favoritnya, gara-gara suaminya lebih menyukai tempe mendoan? Mengapa ia harus memaksakan diri kalau itu menyiksanya?
Meski tak ada yang menyalahkannya ketika akhirnya ia bisa “membuang” seleranya dan menggantikannya dengan selera pasangannya. Apalagi bila hal itu berdiri di atas nama cinta. Silakan, bila tak ada yang merasa terkalahkan hanya gara-gara tahu dan tempe! Semua itu masalah pilihan, tak ada yang lebih benar dibanding lainnya.
Pernikahan membutuhkan energi untuk ikhlas memberi sekaligus menerima. Dengan energi keikhlasan inilah sesungguhnya roda pernikahan itu akan menggelinding mulus meski berbagai halangan dari pasir, kerikil, lumpur becek, sampai jalan berapit jurang akan mudah dilalui. Tak ada yang merasa lebih berharga dan lebih berjasa satu dengan lainnya. Juga tak boleh ada yang menghitung mengeluarkan terlalu banyak bila dibandingkan dengan apa yang dia terima.
Bila ternyata Allah menghadiahi kita dengan pernikahan barakah, kita pun telah dapat mengecap makna sakinah, mawaddah, wa rahmah. Maka sesungguhnya ujian kita akan berbentuk lain.
Aisyah radhiyallahu anha, istri terkasih Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam meriwayatkan sebuah hadits panjang tentang sebelas perempuan yang saling berjanji untuk jujur dan tidak saling merahasiakan sesuatu pun tentang tingkah laku suaminya. Ada Ummu Zar yang amat disayang oleh suaminya dan diberi berbagai macam pemberian. Meski akhirnya ia dicerai, Ummu Zar tahu, tak ada yang bisa menggantikan Abu Zar dan menyamai pemberiannya.
Bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, pria teragung itu, dalam sabdanya kepada Aisyah, “Aku dan engkau ibarat Ummu Zar, tetapi Abu Zar menceraikan Ummu Zar, sedangkan aku tidak menceraikanmu.”
Seringkali, manusia menjadi lupa bila Allah memberinya ujian berupa kenikmatan. Padahal ketika ujian yang datang berupa kesedihan, ketidaknyamanan, masalah yang datang bertubi, ketidakcocokan dengan karakter pasangan atau sedikit kekurangan materi, maka ia akan datang bersimpuh kepada Allah dengan sepenuh kerendahan hati, mengadu dan mengucurkan air mata agar Allah senantiasa membantunya menyelesaikan problemnya. Bila yang terjadi sebaliknya, suami sayang istri, tidak perhitungan (baca: tidak pelit) ketika memberi, tak pernah saling bentak, bila marah cepat redanya dan sayangnya bertambah setelah itu, jarang yang menghiba-hiba kepada Allah agar amanah keserasian itu sampai ke surgaNya.
Itu sebabnya saya mengungkap hal ini dalam puisi kecil dan sederhana itu. Bahwa inti pernikahan, menurut saya, sesungguhnya adalah tarbiyah. Seorang suami men-tarbiyah istrinya dan sebaliknya. Meski tak secara formal, mereka paling berhak menjadi murabbi bagi lainnya. Karena mereka adalah dua sosok individu yang dipertemukan dan didekatkan Allah karena rahmatNya. Tidak ada hubungan yang istimewa dan erat sebagaimana hubungan antara suami dan istri. Tidak ada yang bisa menggantikan satu dengan yang lainnya. Pun, tidak ada relasi apapun yang bisa menyamai relasi berumahtangga.
Seorang suami, karena kedekatannya itu menjadi faham betul, kapan sang istri dalam kondisi futur. Begitu pula, sang istrilah yang paling mengerti sudah berapa hari, pekan bahkan bulan, sang suami tak tilawah Al Qur’an di rumahnya. Faktor inilah yang menjadikan tarbiyah berbasis rumah adalah tarbiyah yang efektif. Karena sang pengobat tahu penyakit mana yang mesti diobatinya terlebih dahulu.
Sayangnya, banyak rumah tangga ikhwah, tak seideal (kita berharap: mungkin sedang menuju ideal), seperti konsep-konsep tarbiyah rumah tangga seperti yang ditulis di banyak buku. Betapa sibuk sang bapak men-tarbiyah sekelilingnya, remaja masjid, mahasiswa di kampus, teman-teman di kantornya atau taklim rutin bapak-bapak pengurus masjid, tetapi saking sibuknya, ia lupa bahwa istri dan anak-anaknya juga membutuhkan sentuhan indah dari lisannya. Bahkan untuk sekedar berbagi cerita.
Seringkali pula sang bapak beralasan, “Apapun yang bapak lakukan itu adalah tarbiyah buat kalian, jadi lihatlah tindakan bapak, perhatikan bagaimana bapak mengambil keputusan atau cara bapak menengahi perselisihan.”
“Inilah cara bapak mentarbiyah kalian. Jadi tak usahlah diformalkan seperti forum yang melingkar itu!”
Begitupun sang ibu. Ia adalah murabbi tangguh bagi mutarabbinya. Teman yang enak diajak berbagi. Empati dengan permasalahan akhwatnya. Mau berkorban menolong kebutuhan saudaranya. Tapi sang ibu seringkali lupa, bila ia membaca doa rabithah, dan menyebut serta membayangkan deretan wajah-wajah sahabatnya, nama sang suami terlupa disebutnya.
Itulah, bila kemudian ada yang mengeluhkan, mengapa rumah tangga dai tak berbeda jauh dengan rumah tangga pada umumnya, barangkali faktor tarbiyah ini tak menemukan titik penting yang bisa menyentuh kebutuhan para penghuninya. Biarlah tarbiyah itu seperti air mengalir, tak usah di-planning-planning. Sehingga tausiyah yang mestinya sarat makna menjadi forum interogasi yang tidak dirindui. Sehingga kata-kata hikmah yang diucapkan adalah kata-kata yang tak mengendap di hati, sekedar masuk telinga kanan keluar ke telinga kiri. Akibatnya, banyak masalah yang mestinya kecil dan segera bisa diatasi, menjadi membesar dan tak tahu lagi kemana mencari ujung kekusutannya.
Ibarat tiang yang saling menopang, suami dan istri adalah dua tonggak tangguh yang saling menguatkan. Ketiadaan salah satunya menjadikan tiang lebih mungkin rapuh. Dan gampang dirobohkan. Sehingga proses saling mengingatkan dan berharap peningkatan kebaikan bagi yang lainnya adalah keniscayaan. Apatah lagi, kita ini sama–sama manusia dengan segala kekurangan yang melekat erat. Istri mana yang tak ingin dimanja suaminya. Dihadiahi coklat, dipersilakan istirahat, diberi ruang untuk berasyik masyuk merawat diri di salon, dibolehkan sesaat untuk membaca novel kesayangannya dan tak selalu serius memikirkan cucian yang menumpuk di ruang belakang rumahnya. Dan balasannya, ia menjadi lebih cinta kepada suaminya. Tentu sang suami manapun menginginkan istrinya menikmati posisinya sebagai istri dia seorang, agar kepemimpinannya memang benar-benar layak dibanggakan.
Bukankah kata-kata umum mengatakan, seorang lelaki lebih tahan menerima cobaan yang diperuntukkan khusus baginya. Tapi ia bisa lebih tak tahan bila cobaan itu mampir ke istri yang dicintainya, atau anak-anak yang terlahir sebab benihnya. Itu sebabnya, bila sang suami suatu saat merasa lemah, kuatkanlah ia dengan tangan tangguh terulur. Bila kenikmatan dan fasilitas duniawi menggoda, yakinlah bahwa pertolongan Allah jauh lebih kuat bila kita pun tak sanggup untuk menyentuh madu manis sampah dunia.
Jadi, mari meletakkan diri di posisi yang lebih baik dan tertata. Yakinlah, menjadi bagian kecil dari rumah tangga da’i, adalah kebanggaan dunia akhirat, dan tak mesti menghilangkan sisi kewanitaan atau keinginan-keinginan kecil yang sempat diharapkan. Toh Allah selalu bersama kita, maka nikmatilah!
MULIA kita dengan MEMBERI, ABADIKAN yang TERSISA dengan SEDEKAH
Motivator Ideologis, , Ust.Rahmat , tolong SHARE Ya....berikut Link dan Rekeningnya
Bank BRI
2006010075508
a/n yayasan Rumah Ramah
Bagi Anda YANG INGIN konfirmasi silahkan SMS atau Hubungi ke 0838 71990800 atau 08386215349 atau BBM Ust. Rahmat 29FEFE62
Motivator Ideologis, , Ust.Rahmat , tolong SHARE Ya....berikut Link dan Rekeningnya
Bank BRI
2006010075508
a/n yayasan Rumah Ramah
Bagi Anda YANG INGIN konfirmasi silahkan SMS atau Hubungi ke 0838 71990800 atau 08386215349 atau BBM Ust. Rahmat 29FEFE62
Langganan:
Postingan (Atom)